Kasus Pemalsuan Surat Keterangan Sakit Palsu
Surat Keterangan Sakit Palsu
Di Indonesia jasa pembuatan dokumen-dokumen palsu laris dan banyak
dicari. Mulai dari jasa pembuatan skripsi, tesis, ijazah, hingga yang masih
hangat dibicarakan, jasa pembuatan surat dokter. Bisnis ini sanggup
mendatangkan keuntungan hingga mencapai jutaan rupiah per harinya.
Surat keterangan sakit (SKS)
merupakan surat keterangan yang dibuat oleh dokter dan bisa menjadi surat
'sakti' karena mempunyai kekuatan penuh dan tidak ada yang bisa
membatalkannya, kecuali MKDKI dan/atau MKEK. Surat ini juga membuat para pelajar, mahasiswa dan pekerja membutuhkan untuk sebagai bukti absensi kehadiran. Surat sakit ini sangat penting karena memberikan informasi kesehatan pasien atau orang.
Disisi lain SKS sering kurang dimaknai dengan benar, justru oleh
pembuatnya sendiri yaitu dokter, mulai dari mengapa harus
dikeluarkan/diterbitkan SKS sampai dengan konsekwensi hukum yang akan
dihadapi. Sementara bagi sebagian pasien/masyarakat, SKS dipahami
sebagai surat/bukti untuk tidak bekerja/sekolah atau sebagai surat
istirahat. Pemahaman seperti ini bisa terjadi karena ketidak tahuannya
atau karena memang mencari celah untuk kepentingannya sendiri.
Maka sering disalahgunakan oleh mereka
yang mempunyai kepentingan tidak baik, mulai dari alasan untuk tidak
masuk kerja atau sekolah,
menghindar dari panggilan pemeriksaan kepolisian, sampai kesempatan untuk tidak
tinggal dalam rumah tahanan. Karena itu banyak mereka yang menggunakan untuk kepentingan tidak baik ini membuat surat keterangan sakit palsu.
Beberapa
mahasiswa atau karyawan memanfaatkan surat sakit dari dokter untuk
'memperpanjang' libur di harpitnas atau hari kejepit nasional. Asli atau
tidaknya surat sakit tersebut, terkadang sulit untuk dibedakan Meski
demikian, keaslian surat sakit dari dokter bisa dicurigai dari beberapa
pertimbangan. Salah satunya dari cap atau stempel klinik ataupun rumah
sakit yang dikunjungi.
Yang menjadi menarik perhatian lainnya adalah Komplotan tersebut
menjual beragam surat dokter seperti surat sakit, surat keterangan sehat,
bahkan resep dan kuitansi pemeriksaan. Lengkap dengan nama dokter, tanda
tangan, dan stempel klinik, atau rumah sakitnya. Dalam kasus ini, murni tak ada
keterlibatan tenaga medis di dalamnya. Pelaku, mencatut nama-nama dokter yang
terpampang di plang-plang jalan secara random. Sementara stempel klinik atau
rumah sakit mereka palsukan.
Tarif yang dibanderol pelaku berkisar antara Rp25-50 ribu per
lembar surat. Dalam sehari, mereka bisa menerima pesanan mencapai 100-500
surat. Sedikitnya mereka dapat mengantongi Rp2,5 juta per hari.
Surat keterangan sakit sangatlah penting untuk seorang karyawan
yang bekerja di perusahaan swasta ataupun pegawai negeri dan juga seorang siswa ataupun
mahasiswa. Surat ini diperlukan untuk
memberitahukan kondisi kesehatan yang sedang dialami oleh seseorang dengan Asa
mendapatkan izin tak masuk kerja di karenakan sakit.
Seperti yang kita ketahui bahwa seorang karyawan yang mangkir
tanpa diketahui alasannya biasanya akan mendapatkan teguran bagus itu teguran
lisan ataupun surat peringatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di
perusahaan tempatnya bekerja.
Nah, dengan adanya surat keterangan sakit dari dokter maka pihak
perusahaan tentu akan memakluminya dan membagikan izin tak masuk kerja di
karenakan sakit. Surat istirahat dari dokter tersebut Bisa bermacam-macam
bentuknya akan tetapi intinya wajib mencantumkan nama karyawan, jenis kelamin,
umur, dan lamanya waktu yang diberikan untuk istirahat.
Semakin banyaknya orang yang membutuhkan surat keterangan sakit
dari dokter atau klinik untuk kebutuhan pribadi tentunya memberikan peluang
bagi rumah sakit ataupun klinik memberikan surat dengan cuma – cuma dengan
hanya bermodal secarik kertas dan stempel rumah sakit maupun klinik.
Perbuatan yang diancam hukuman di sini
ialah “membuat surat palsu” atau “memalsukan surat”.
Membuat surat palsu ialah membuat yang
isinya bukan semestinya (tidak benar), atau membuat surat sedemikian rupa,
sehingga menunjukkan asal surat itu yang tidak benar.
Memalsukan surat yaitu mengubah surat
sedemikian rupa, sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli sehingga surat
itu menjadi lain daripada asli. Adapun caranya bermacam-macam. Tidak selalu
surat itu diganti dengan yang lain. Dapat pula dilakukan dengan jalan
mengurangkan, menambah atau mengubah sesuatu dari surat itu.
Yang dihukum menurut pasal ini tidak
saja memalsukan surat, tetapi juga sengaja mempergunakan surat palsu. Sengaja
maksudnya orang yang menggunakan itu harus mengetahui benar-benar bahwa surat
yang ia gunakan itu palsu. Jika ia tidak tahu akan hal itu, ia tidak dihukum.
Dianggap sebagai orang yang menggunakan
misalnya menyerahkan surat itu kepada orang lain yang harus mempergunakan lebih
lanjut atau menyerahkan surat itu di tempat dimana surat tersebut harus
dibutuhkan. Dalam hal menggunakan surat palsu inipun harus pula dibuktikan,
bahwa orang itu bertindak seolah-olah itu asli dan tidak dipalsukan, demikian
pula perbuatan itu harus dapat mendatangkan kerugian.
R. Soesilo (hal. 198) menjelaskan bahwa
yang dihukum menurut pasal ini adalah seorang tabib (dokter) yang dengan
sengaja memberikan surat keterangan (bukan keterangan lisan) palsu tentang ada
atau tidak adanya suatu penyakit, kelemahan, atau cacat.
Lebih lanjut dikatakan bahwa ancaman
hukumannya ditambah, apabila surat keterangan yang dipalsukan itu untuk dipakai
guna memalsukan atau menahan orang dalam rumah sakit gila. Dihukum pula orang
yang mempergunakan surat keterangan palsu dari tabib tersebut seolah-olah tidak
palsu, asal orang itu mengetahui akan kepalsuan surat tersebut.
Jadi apabila memenuhi unsur-unsur yang
diatur dalam pasal di atas maka dapat diancam dengan hukuman selama 4 (empat)
tahun, dan jika surat keterangan tersebut digunakan untuk memasukkan seseorang
ke dalam rumah sakit maka diperberat menjadi 8 (delapan) tahun 6 (enam) bulan.
Jika ditelusuri dengan kata kunci “surat sakit” di Instagram,
muncul delapan akun yang menyediakan jasa pembuatan surat dokter. Sementara di
Facebook, hanya ada enam akun yang terlihat aktif menjalankan bisnis serupa.
Kebanyakan dari mereka beroperasi di kawasan Jabodetabek.
“Ingin berlibur atau berhalangan dengan alasan sakit? Izin ke
atasan belum tentu di-approve. Lebih baik beli surat keterangan dokter,” begitu
keterangan di salah satu unggahan akun Instagram @suratsakitjkt.
Mengapa Hal Ini Penting ?
Klinik atau Rumah sakit yang menyediakan surat keterangan sakit secara Cuma
Cuma dapat dijerat dengan Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik dan atau Pasal 29 Ayat 1, Pasal 73 Ayat 1 Jo Pasal 77
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Pasal 28 ayat (1) UU ITE:
“Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”
Pasal 77 UU Kedokteran:
“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau
bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang
bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda
registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin
praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah)”.
Sudah rahasia umum bahwa surat sakit palsu juga bisa dibuat oleh
dokter. Dikutip dari Klinik Hukum, dokter yang memalsukan surat
keterangan sakit, bisa dikenakan dengan Pasal 267 KUHP. (Baca Juga:
Bisakah Tersangka yang Sakit Ditahan? Ini Penjelasan Hukumnya)
Pasal 267 KUHP:
1.
Tabib yang dengan sengaja memberikan
surat keterangan palsu tentang adanya atau tidak adanya sesuatu penyakit,
kelemahan atau cacat, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun.
2.
Kalau keterangan itu diberikan dengan
maksud supaya memasukkan seseorang ke dalam rumah sakit ingatan atau supaya
ditahan di sana, maka dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya delapan tahun
enam bulan.
Dengan hukuman serupa itu juga dihukum
barang siapa dengan sengaja menggunakan surat keterangan palsu itu seolah-olah
isinya cocok dengan hal yang lain sebenarnya.
Seorang dokter yang memberikan keterangan palsu tidak hanya melanggar
ketentuan KUHP tapi juga telah melanggar Kode Etik Kedokteran Indonesia. Pasal
7 Kode Etik Kedokteran menyatakan, “Seorang dokter wajib hanya memberikan surat
keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya”.
Klinik Mohammad Saregat adalah klinik yang berlokasi di Jakarta Timur tepat seberang jalan sekitar mall PGC klinik ini
bersebalahan dengan mini market. Klinik tersebut diduga telah memberikan atau menjual surat keterangan sakit palsu dengan tanpa adanya pemeriksaan oleh dokter.
Klinik ini menawarkan surat sakit yang disediakan dengan
kisaran harga mulai dari Rp 40.000 untuk pembuatan surat satu sampai dua hari,
sedangkan untuk pembuatan surat tiga sampai sekitar satu minggu dikenakan harga
Rp 50.000.
“Kalo 3 hari Rp 50.000 kalo dua hari sama satu hari Rp
40.000,” ujar resepsionis Klinik Saregat.
Berdasarkan dari hasil investigasi yang telah dilakukan
dari pengguna jasa surat sakit di Klinik Mohammad Saregat tersebut mulai dari
kalangan siswa, mahasiswa, dan karyawan yang tidak disebutkan identitas dari
pengguna surat sakit tersebut, akan tetapi narasumber mengungkapkan banyaknya
pelanggan yang datang hanya membeli surat keterangan sakit untuk keperluan
perihal perizinan absensi.
Untuk mendapatkan surat sakit banyak konsumen yang
menggunakan jasa ojek online untuk mewakilkan dirinya saat membeli surat sakit
palsu tersebut, agar tidak terlihat identitas dari pengguna surat sakit
tersebut. Pada saat investigasi yang kami lakukan, kami menemukan adanya seorang
driver ojek online yang sedang melakukan transaksi pembelian surat sakit palsu
untuk customernya yang memesan melewati aplikasinya pada ojek online tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara kami bersama salah satu
dokter yang bertugas disalah satu praktek dokter bersama kota Bukittinggi Sumatera
Barat pada 14 Juni 2019, dr. Yuni menjelaskan bahwa “Dalam
cangkupan Pasal 7 Kode Etik Kedokteran Indonesia (kodeki) tahun 2012 butir ke-9
seorang dokter tidak boleh membuat surat keterangan sakit untuk orang tua, pengantar
yang tidak bisa bekerja karena mengurusi anaknya atau keluarganya yang sakit.”
Dari hasil penelusuran yang telah kami dapatkan dari
klinik tersebut sudah banyak diketahui khususnya di khalangan siswa, mahasiswa
dan karyawan, sehingga klinik tersebut terus menjual surat sakit palsu secara
terang-terangan dan tanpa ada yang ditutup-tutupi.
Ketika sampai di Klinik Mohammad Saregat, resepsionis
klinik tersebut akan bertanya secara langsung kepada pasien mengenai perihal
keperluan yang akan dibutuhkan, seperti untuk berobat ataupun hanya ingin
membeli surat izin sakit. Ketika kita meminta surat sakit resepsionis tersebut
akan langsung memproses dengan pengisian data pribadi selayaknya pasien yang
sedang berobat sakit. Sebelum menemui dokter resepsionis akan berkata ” bilang
ke dokter buat surat sakit ya, bukan untuk berobat,” tanpa adanya pemeriksaan
oleh dokter yang bekerja di Klinik tersebut.
Pada saat pengisian data resepsionis akan menanyakan
berapa lama jangka waktu surat yang akan dibuat didalam surat tersebut dan pada
saat pengisian data kita bisa meminta tanggal yang kita inginkan. Setelah
pengisian data kita akan ditujukan ke ruangan dokter agar dokter dapat mengisi
lampiran surat sakit yang sudah disiapkan oleh resepsionis klinik tersebut.
Setelah pengisian surat sakit selesai kita bisa langsung membayar kembali ke
resepsionis. Dan surat sakit tersebut distampel dan diberikan amplop dengan
identitas klinik tersebut.
Berdasarkan
mengenai aturan surat sakit palsu Dr. Yuni menanggapi hal tersebut “Menanggapi
banyaknya beredar mengenai keterangan kasus surat sakit palsu yang dibuat oleh
dokter, pada prinsipnya surat sakit harusnya diberikan oleh dokter, bukan
diminta oleh pasien. Para dokter dan profesi lain memiliki kode etik yang
menjadi tuntunan, dan tuntutan mereka dalam melakukan profesinya secara
professional. Dokter memiliki kode etik tersendiri yang dinamakan kodeki atau
Kode Etik Kedokteran Indonesia. Ada 21 pasal yang harus ditaati oleh dokter
atau yang berpraktek sebagai dokter di Indonesia. Dari 21 pasal, terdapat 1
pasal yang mengatur tentang dokter yang mengeluarkan surat sakit. Dalam
memberikan surat keterangan medis, dokter wajib mendasarkan pada fakta medis
yang diyakini benar sesuai dengan pertanggung jawaban profesinya sebagai seorang
dokter.”
Dr.
Yuni mengatakan “Untuk memberikan surat keterangan, para dokter mengacu pada
Kode Etik Kedokteran Indonesia (kodeki) tahun 2012, sehingga tidak mudah bagi
siapapun yang meminta surat keterangan sakit. Pada Pasal 7 Kode Etik Kedokteran
Indonesia (kodeki) yang berbunyi “Seorang dokter hanya memberikan surat
keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.” Disini
sudah jelas bahwa dokter harus mengeluarkan surat keterangan baik keterangan
sakit atau keterangan sehat sesuai dengan yang telah dokter periksa secara
langsung.”
Siapa
yang Menerbitkan Surat Keterangan Sakit ?
Menurut UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran Pasal 35 ayat (1) huruf h, bahwa: Dokter atau
dokter gigi yang telah memiliki STR mempunyai wewenang melakukan praktik
kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yang terdiri
atas:
- Mewawancarai pasien
- Memeriksa fisik dan mental pasien
- Menentukan pemeriksaan penunjang
- Menegakkan diagnosis
- Menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien
- Melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
- Menulis resep obat dan alat kesehatan
- Menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi
- Menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan
- Meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah terpencil yang tidak ada apotek
Dari pernyataan diatas, penerbitan SKS merupakan bagian dari
praktik kedokteran yang tidak bisa dipisahkan dengan lainnya, seperti:
mewawancarai; memeriksa fisik dan mental pasien; menentukan pemeriksaan
penunjang; menegakkan diagnosis; menentukan penatalaksanaan dan
pengobatan pasien; dan lain sebagainya.
Dokter
bisa menerbitkan SKS, jika sebelumnya sudah melakukan wawancara,
memeriksa fisik dan menentukan diagnosa, ada kesimpulan bahwa pasien
dalam keadaan sakit.
Karena
penerbitan SKS adalah bagian dari praktik kedokteran, maka
keberadaannya mutlak menjadi kewenangan dan tanggungjawab dokter,
seperti layaknya tanggungjawab dokter dalam menegakan diagnosa.
Karena
penerbiatan SKS menjadi otoritas dokter, maka yang bisa menentukan
apakah penerbitan SKS itu benar atau salah, hanyalah Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) dan/atau Majelis Kehormatan Etik
Kedokteran (MKEK). Apabila ada unsur pidana pada penerbitannya, maka
MKDKI dapat menyerahkannya kepada pihak kepolisian untuk ditindaklanjuti
sesuai hukum yang berlaku.
Hal
di atas ditanggapi oleh pihak dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengenai hal
surat sakit palsu. Dr. Emil Dinar M, Sp.U, adalah seorang Dokter Spesialis
Urologi dengan pengalaman lebih dari 30 tahun. Saat ini beliau berpraktek di
Rumah Sakit Premier Bintaro sebagai Dokter Spesialis Urologi. Beliau menamatkan
pendidikan Kedokteran Umum di Universitas Airlangga tahun 1983, dan Pendidikan
Dokter Spesialis Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 1997.
dr.
Emil Dinar M, Sp.U, merupakan anggota dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan
Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI). Adapun layanan kesehatan yang diberikan
oleh beliau, meliputi : Konsultasi Urologi, Bedah Saluran Kemih.
Berdasarkan
hasil wawancara dengan dr. Emil Dinar M, Sp.U selaku staf IDI biro hukum pembinaan
dan pembelaan anggota pada 29 Juni 2019, kami mendapatkan informasi bahwa:
· Apakah dokter yang memberikan surat sakit, tanpa
adanya prosedur pemeriksaan sesuai yang diderita pasien merupakan tindakan
melanggar etika kedokteran ?
“Dokter diawasi Patokan yang diawasi aspek etika aspek
disiplin dan aspek hokum. Aspek etika ketika terjadi antara kolega sendiri ,
pemerintah sebagai wakil masyarakat mempunyai hak untuk menyeleksi dokter lagi
dan mendirikan KKN ( konsil kedokteran Indonesia ) dia punya aturan main yaitu
disiplin. Secara warga Negara dokteradalah warga Negara ada rambu rambu setiap
kita tindakan apapun akan diawasi dengan hokum dan kewenangannya masing-masing
kalau hokum berhadapan dengan penyidik sedangkan disiplin berhadapan dengan KKI
adalah seorang pengadilan internya dokter. Majelis kode etik ini adalah yang
membina menegur memberikan sanksi sanksi kepada teman teman sejawat yang
melanggar etika. Ketiga pilar tersebut mempunyai dasarnya.”
· Apa pasal yang menjerat dan sanksi untuk dokter
tersebut ?
“Kena pasal 2 tentang standar pelayanan kedokteran
yang baik berbunyikan” seorang dokter wajib mempertahankan standar profesi,
integritas moral, dan kejujuran intelektual dirinya sebagai dasar pengambilan
keputusan professional”. Ketika dokter menuliskan surat sakit tanpa melihat
kondisi pasien berarti itu bukan termasuk profesionaltas sebagai dokter. Lalu
melanggar pasal 9 “ seorang dokter wajib bersifat jujur ketika berhubungan
dengan pasien dan rekan sejawatnya dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya
pada saat menangani pasien diketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau
kompetisi atau melakukan penggelapan atau penipuan.
Disiplin aturannya adalah perkonsil nomer 4 tahun 2011
yang dia melanggar poin H “tidak memberikan penjelasan yang jujur kepada
pasien” dan poin 18”memberikan surat keterangan medic atau sakit yang tidak
sesuai dengan penderita. Apabila aspek
hokum kena KUHP pasal 242 memberikan keterangan palsu dan pidana paling lama 7
tahun dan KUHP 267 dokter yang sudah memberikan surat keterangan palsu kena
pidana 4 tahun.”
·
Apabila klinik tersebut tidak memiliki izin apa sanksi
yang didapat klinik ?
“Begitu ada tulisan klinik itu harus ada izin jika
tidak itu ada sanksinya, berat sanksinya itu. Dari etika sudah kena lagi tanpa
izin, dari disiplin ditambah kena lagi, kalau dihukum ada pasalnya kena lagi.”
· Pihak yang berhak menutup klinik yang tidak sesuai
prosedur ?
“Yang berhak sudin ( Suku Dinas ).”
Hal yang harus dilakukan masyarakat ketika menemukan
kasus yang serupa :
“Apabila masyarakat menemukan kasus yang serupa maka
masyarakat dapat langsung melaporkan ke dinas kesehatan setempat maupun
melaporkan ke IDI ( Ikatan Dokter Indonesia ) dengan membawa barang bukti yang
lengkap ataupun bisa melaporkan ke kepolisian yang tentunya harus memiliki
bukti yang akurat dan lengkap.”
Menurut Dr. Emil, Dokter setiap prakter kita di batasi
dan di dampingi yang mengawasi kita. Pertama aspek Etika, kedua aspek displin,
ketiga aspek hukum. Kapan etika berjalan dari kita antara kolega sendiri yang
ikut mengawasi teman-teman sejawat terutama organisasi kita yaitu IDI,
pemerintah sebagai mewakili rakyat mempunyai hak untuk membela warga negara.
Ada rambu-rambu setiap tindakan apapun kita dibatasi
kita hukum. Disiplin kita dibatasi oleh KKI dan etika di batasi oleh kode etik
Kedokteran yang mebina dan menegur atau sanksi-sanksi teman sejawat.
Sanksi dari hal yang ringan dulu pertama nasihat dulu,
teguran dari lisan tertulis sampai kepada pemecatan sementara dalam kategori
ringan, sedang. Ringan bisa dicabut surat izinnya 3 bulan kerja dan sedang bisa
dicabut 6-12 bulan tidak boleh prakter.
Kalau sanksi permanen tergantung dari bobot dari
dampaknya keselamatan pasien dan dampaknya ke organisasi dan lingkungan dia.
Dan ada etikat baik untuk berubah dan upaya-upaya untuk berubah dan tergantung
dari lapor dari masyarakat juga.
Apabila lapor ke polisi, langsung terkait dengan
hukum. Biasanya laporkan dahulu ke organisasi seperti IDI, Depkes dan MA, MK.
Klinik yang belum berizin tetapi membuka klinik dan
melakukan prakter. Itu sudah kena dalam etika kena tanpa izin, dari segi
displin, dan hukum pun juga.
Video Investgasi
Annisa Suryanie 116003370
M. Askar Jason 1161003142
Nadifa Sakinah 1161003288
Putri Utari 1161003119
Rifka Wulantri 1161003264
Siti Rachma 1161003121
Comments
Post a Comment